Oleh : Al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar Thalib
Sudah menjadi Sunnatullah pada makhluk-makhluk-Nya bahwa akan senantiasa terjadi pertikaian antara al-haq dengan yang batil sepanjang masa dan di manapun jua. Adalah satu ketetapan pula dari Allah Subhanahu wa Ta'ala bahwa setiap orang yang mengatakan dirinya beriman tentu tidak lepas dari berbagai ujian.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
الم. أَحَسِبَ النَّاسُ
أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لاَ يُفْتَنُونَ. وَلَقَدْ فَتَنَّا
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللهُ الَّذِينَ صَدَقُوا
وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
“Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira
bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka
tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum
mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan
sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Al-’Ankabut:
1-3)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Sa’d bin Abi Waqqash radhiyallahu
'anhu yang bertanya kepada beliau:
يَا رَسُولَ اللهِ، أَيُّ النَّاسِ
أَشَدُّ بَلاَءً؟ قَالَ: اْلأَنْبِيَاءُ ثُمَّ اْلأَمْثَلُ فَاْلأَمْثَلُ،
فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا
اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ، وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ
دِينِهِ، فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى
اْلأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ
“Wahai Rasulullah, siapakah orang yang
paling berat ujiannya?” Beliau menjawab: “Para Nabi. Kemudian yang mengikuti
mereka (orang-orang mulia). Kemudian yang mengikuti mereka (orang-orang mulia).
Seseorang diuji sesuai dengan kadar dien (iman)-nya. Kalau imannya kokoh, maka
berat pula ujiannya. Apabila imannya lemah, dia diuji sesuai dengan kadar
imannya. Dan senantiasa ujian itu menimpa seorang hamba sampai membiarkannya
berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak lagi mempunyai dosa.”
Salah
satu di antara sebab-sebab yang paling utama menangnya iman dan ajaran dien ini
serta jelasnya hakikat berita yang disampaikan para rasul adalah munculnya para
penentang yang memusuhi para rasul tersebut dari kalangan orang-orang yang suka
mengada-adakan kedustaan yang nyata. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa
Ta'ala:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ
اْلإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ
غُرُورًا
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh,
yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka
membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk
menipu (manusia).” (Al-An’am: 112)
Dan firman Allah Subhanahu wa
Ta'ala:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ
وَكَفَى بِرَبِّكَ هَادِيًا وَنَصِيرًا
“Dan seperti itulah, telah Kami
adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah
Rabbmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong.” (Al-Furqan: 31)
Hal itu
tidak lain karena al-haq ini, semakin ditentang dan dilawan dengan berbagai
syubhat, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala munculkan hal-hal yang dengan itu Dia
tampakkan al-haq itu adalah haq, dan yang batil adalah batil. Seperti ayat-ayat
yang terang, yang akan menampakkan dalil-dalil tentang al-haq tersebut dan
bukti-buktinya yang nyata, serta rusaknya argumentasi (baca: syubhat) yang
menghadang al-haq tersebut.
Bahkan, dengan cara apapun ahlul batil
berusaha menyembunyikan atau menutup-nutupi al-haq, maka al-haq itu pasti
semakin menjulang dan menang. Maha Benar Allah Yang berfirman:
وَقُلْ
جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا
“Dan
katakanlah: ‘Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap’. Sesungguhnya
yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (Al-Isra`: 81)
Dan
firman-Nya:
بَلْ نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ فَيَدْمَغُهُ
فَإِذَا هُوَ زَاهِقٌ
“Sebenarnya Kami melontarkan yang hak kepada yang batil
lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu
lenyap.” (Al-Anbiya`: 18)
Bani Israil Sepeninggal Nabi Musa
'alaihissalam
Bani Israil adalah umat yang dahulunya hidup di bawah bimbingan
Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya. Tetapi setelah mereka hidup jauh dari
masa nubuwah bahkan dari tuntunan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya,
mereka diuji dengan berbagai kesulitan dan kehinaan. Itulah janji dan ketetapan
yang telah Allah Subhanahu wa Ta'ala berlakukan atas
makhluk-makhluk-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:
وَقَضَيْنَا إِلَى بَنِي إسْرائِيلَ فِي الْكِتَابِ
لَتُفْسِدُنَّ فِي اْلأَرْضِ مَرَّتَيْنِ وَلَتَعْلُنَّ عُلُوًّا كَبِيرًا. فَإِذَا
جَاءَ وَعْدُ أُولاَهُمَا بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَنَا أُولِي بَأْسٍ
شَدِيدٍ فَجَاسُوا خِلاَلَ الدِّيَارِ وَكَانَ وَعْدًا مَفْعُولاً
“Dan
telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam kitab itu: ‘Sesungguhnya kamu
akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan
menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar.’ Maka apabila datang saat
hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan
kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka
merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana.”
(Al-Isra`: 4-5)
Ahli tafsir berbeda pendapat tentang siapa yang
dikuasakan untuk menindas mereka. Namun yang jelas, penindasan tersebut tidak
lain adalah karena kezhaliman, kemaksiatan, dan kekafiran yang mereka perbuat.
Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, tidaklah menzhalimi siapapun dari makhluk
ciptaan-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَكَذَلِكَ
نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Dan
demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zhalim itu menjadi teman bagi
sebagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.” (Al-An’am:
129)
Al-Qurthubi rahimahullahu mengatakan dalam Tafsir-nya, menukil dari
Ibnu Zaid:
“Ini adalah ancaman keras bagi orang yang zhalim. Jika dia tidak
berhenti dari kezhalimannya, niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala kuasakan atas
dirinya orang zhalim lainnya.”
Ada pula yang menafsirkan ayat ini dengan
mengatakan:
“Kami serahkan sebagian mereka (yang zhalim itu) kepada yang lain
karena kekafiran yang mereka pilih untuk diri mereka.”
Syahdan, di zaman
Bani Israil, jauh sepeninggal Nabi Musa 'alaihissalam, di saat Bani Israil
semakin jauh dari masa nubuwah dan tuntunan Nabi mereka, bergelimang kemaksiatan
dan kekafiran, Allah Subhanahu wa Ta'ala kuasakan atas diri mereka orang-orang
yang zhalim dan bengis tidak berperikemanusiaan.
Al-Imam Muslim
meriwayatkan dalam Shahih-nya, pada Kitab Az-Zuhd war Raqa`iq, bab Qishshah
Ashhabil Ukhdud (no. 3005), dari Shuhaib bin Sinan radhiyallahu 'anhu, bahwa
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya):
Pada
zaman dahulu, sebelum masa kalian ada seorang raja, dia mempunyai seorang tukang
sihir. Ketika tukang sihir ini sudah semakin tua, dia berkata kepada raja
tersebut: “Saya sudah tua, carikan untukku seorang pemuda remaja yang akan saya
ajari sihir.” Maka raja itupun mencari seorang pemuda untuk diajari ilmu
sihir.
Adapun pemuda itu, di jalanan yang dilaluinya (menuju tukang
sihir) itu ada seorang rahib (ahli ibadah). Lalu dia duduk di majelis rahib
tersebut, mendengarkan wejangannya dan ternyata uraian tersebut menakjubkannya.
Akhirnya, jika dia mendatangi tukang sihir itu, dia melewati majelis si rahib
dan duduk di sana. Kemudian, setelah dia menemui tukang sihir itu, dia dipukul
oleh tukang sihir tersebut. Pemuda itupun mengadukan keadaannya kepada si rahib.
Kata si rahib: “Kalau engkau takut kepada si tukang sihir, katakan kepadanya:
‘Aku ditahan oleh keluargaku.’ Dan jika engkau takut kepada keluargamu, katakan
kepada mereka: ‘Aku ditahan oleh tukang sihir itu’.”
Ketika dia dalam
keadaan demikian, datanglah seekor binatang besar yang menghalangi orang banyak.
Pemuda itu berkata: “Hari ini saya akan tahu, tukang sihir itu yang lebih utama
atau si rahib.” Diapun memungut sebuah batu dan berkata: “Ya Allah, kalau ajaran
si rahib itu lebih Engkau cintai daripada ajaran tukang sihir itu, maka bunuhlah
binatang ini agar manusia bisa berlalu.” Pemuda itu melemparkan batunya hingga
membunuhnya. Akhirnya manusiapun dapat melanjutkan perjalanannya.
Kemudian
pemuda itu menemui si rahib dan menceritakan keadaannya. Si rahib berkata
kepadanya: “Wahai ananda, hari ini engkau lebih utama daripadaku. Kedudukanmu
sudah sampai pada tahap yang aku lihat saat ini. Sesungguhnya engkau tentu akan
menerima cobaan, maka apabila engkau ditimpa satu cobaan, janganlah engkau
menunjuk diriku.”
Pemuda itupun akhirnya mampu mengobati orang yang
dilahirkan dalam keadaan buta, sopak (belang), dan mengobati orang banyak dari
berbagai penyakit. Berita ini sampai ke telinga teman duduk sang raja, yang buta
matanya. Diapun menemui pemuda itu dengan membawa hadiah yang banyak, lalu
berkata: “Semua hadiah yang ada di sini adalah untuk engkau, saya kumpulkan,
kalau engkau dapat menyembuhkan saya (dari kebutaan ini).”
Anak muda itu
menjawab: “Sebetulnya, saya tidak dapat menyembuhkan siapapun. Tapi yang
menyembuhkan itu adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kalau engkau beriman kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala, saya doakan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, tentu
Dia sembuhkan engkau.”
Teman sang raja itupun beriman kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala, lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala menyembuhkannya. Kemudian
dia menemui sang raja dan duduk bersamanya seperti biasa. Raja itu berkata
kepadanya: “Siapa yang sudah mengembalikan matamu?”
Dia menjawab:
“Rabbku.” Raja itu menukas: “Apa kamu punya tuhan selain aku?” Orang itu
berkata: “Rabbku dan Rabbmu adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala.”
Raja
itupun menangkapnya dan tidak berhenti menyiksanya sampai dia menunjukkan si
pemuda. Akhirnya si pemuda ditangkap dan dibawa ke hadapan raja tersebut. Sang
raja berkata: “Wahai anakku, telah sampai kepadaku kehebatan sihirmu yang dapat
menyembuhkan buta, sopak, dan kamu berbuat ini serta itu.”
Pemuda itu
berkata: “Sesungguhnya saya tidak dapat menyembuhkan siapapun. Tapi yang
menyembuhkan itu adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala.”
Raja itu menangkapnya
dan terus menerus menyiksanya sampai dia menunjukkan si rahib. Akhirnya si rahib
ditangkap dan dihadapkan kepada sang raja dan dipaksa: “Keluarlah dari agamamu.”
Si rahib menolak. Raja itu minta dibawakan sebuah gergaji, lalu diletakkan di
atas kepala si rahib dan mulailah kepala itu digergaji hingga terbelah dua.
Kemudian diseret pula teman duduk raja tersebut, dan dipaksa pula untuk kembali
murtad dari keyakinannya. Tapi dia menolak. Akhirnya kepalanya digergaji hingga
terbelah dua.
Kemudian pemuda itu dihadapkan kepada raja dan diapun
dipaksa: “Keluarlah kamu dari keyakinanmu.” Pemuda itu menolak.
Akhirnya raja
itu memanggil para prajuritnya: “Bawa dia ke gunung ini dan itu, dan naiklah.
Kalau kalian sudah sampai di puncak, kalau dia mau beriman (bawa pulang). Kalau
dia tidak mau, lemparkan dia dari atas.” Merekapun membawa pemuda itu ke gunung
yang ditunjuk. Si pemudapun berdoa: “Ya Allah, lepaskan aku dari mereka dengan
apa yang Engkau kehendaki.” Seketika gunung itu bergetar dan merekapun
terpelanting jatuh. Pemuda itu datang berjalan kaki menemui sang raja. Raja itu
berkata: “Apa yang dilakukan para pengawalmu itu?”
Kata si pemuda: “Allah
Subhanahu wa Ta'ala menyelamatkanku dari mereka.”
Kemudian raja itu
menyerahkan si pemuda kepada beberapa orang lalu berkata: “Bawa dia dengan
perahu ke tengah laut. Kalau dia mau keluar dari keyakinannya, (bawa pulang),
kalau tidak lemparkan dia ke laut.” Merekapun membawanya. Si pemuda berdoa lagi:
“Ya Allah, lepaskan aku dari mereka dengan apa yang Engkau kehendaki.” Perahu
itu karam dan mereka pun tenggelam. Sedangkan si pemuda berjalan dengan tenang
menemui sang raja.
Raja itu berkata: “Apa yang dilakukan para pengawalmu
itu?”
Kata si pemuda: “Allah Subhanahu wa Ta'ala menyelamatkanku dari
mereka.”
Lalu si pemuda melanjutkan: “Sesungguhnya engkau tidak akan dapat
membunuhku sampai engkau melakukan apa yang kuperintahkan.” Sang raja bertanya:
“Apa itu?”
Kata si pemuda: “Kau kumpulkan seluruh manusia di satu tempat,
kau salib aku di sebatang pohon dan ambil sebatang panah dari kantung panahku
kemudian letakkan pada sebuah busur lalu ucapkanlah: ‘Bismillah Rabbil ghulam’
(Dengan nama Allah, Rabb si pemuda), dan tembaklah aku dengan panah tersebut.
Kalau engkau melakukannya niscaya engkau akan dapat membunuhku.”
Raja
itupun mengumpulkan seluruh manusia di satu tempat dan menyalib si pemuda,
kemudian mengeluarkan anak panah dari kantung si pemuda lalu meletakkannya pada
sebuah busur dan berkata: “Bismillahi Rabbil ghulam”, kemudian dia melepaskan
panah itu dan tepat mengenai pelipis si pemuda. Darah mengucur dan si pemuda
segera meletakkan tangannya di pelipis itu dan diapun tewas. Serta merta rakyat
banyak yang melihatnya segera berkata: “Kami beriman kepada Rabb si pemuda. Kami
beriman kepada Rabb si pemuda. Kami beriman kepada Rabb si pemuda.”
Raja
itupun didatangi pengikutnya dan diceritakan kepadanya: “Apakah anda sudah
melihat, apa yang anda khawatirkan, demi Allah sudah terjadi. Orang banyak sudah
beriman (kepada Allah).”
Lalu raja itu memerintahkan agar menggali
parit-parit besar dan menyalakan api di dalamnya. Raja itu berkata: “Siapa yang
tidak mau keluar dari keyakinannya, bakarlah hidup-hidup dalam parit itu. (Atau:
ceburkan ke dalamnya).” Merekapun melakukannya, sampai akhirnya diseretlah
seorang wanita yang sedang menggendong bayinya. Wanita itu mundur (melihat api
yang bernyala-nyala), khawatir terjatuh ke dalamnya (karena sayang kepada
bayinya). Tapi bayi itu berkata kepada ibunya: “Wahai ibunda, bersabarlah,
karena sesungguhnya engkau di atas al-haq.”
Allah Subhanahu wa Ta'ala
menceritakan kisah ini juga dalam Kitab-Nya yang mulia dalam surat
Al-Buruj:
وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الْبُرُوجِ. وَالْيَوْمِ الْمَوْعُودِ.
وَشَاهِدٍ وَمَشْهُودٍ. قُتِلَ أَصْحَابُ اْلأُخْدُودِ. النَّارِ ذَاتِ الْوَقُودِ.
إِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُودٌ. وَهُمْ عَلَى مَا يَفْعَلُونَ بِالْمُؤْمِنِينَ
شُهُودٌ. وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلاَّ أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللهِ الْعَزِيزِ
الْحَمِيدِ. الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَاللهُ عَلَى كُلِّ
شَيْءٍ شَهِيدٌ. إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ
لَمْ يَتُوبُوا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ
الْحَرِيقِ
“Demi langit yang mempunyai gugusan bintang, dan hari yang
dijanjikan, dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. Binasa dan terlaknatlah
orang-orang yang membuat parit. Yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar,
ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka
perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang
mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang
Maha Perkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi dan
Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. Sesungguhnya orang-orang yang
mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan
kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka
azab (neraka) yang membakar….”
Itulah kisah yang Allah Subhanahu wa
Ta'ala ceritakan dalam Kitab-Nya yang mulia agar menjadi pelajaran bagi
orang-orang yang datang sesudah mereka.
Faedah
Beberapa faedah dari
kisah ini, di samping apa yang telah diuraikan sebelumnya ialah:
1.
Belajar di waktu muda lebih mudah untuk menangkap pelajaran dan memahami. Inilah
alasan tukang sihir itu memilih remaja daripada yang sudah tua. Demikianlah yang
dituntunkan para ulama kita, hingga sebagian mereka mengatakan: “Belajar di
waktu muda bagai mengukir di atas batu, dan belajar di waktu tua bagai mengukir
di atas air.”
2. Kemenangan dakwah bukan hanya diukur banyaknya orang
yang mengikuti da’i di saat dia masih hidup. Boleh jadi setelah dia meninggal
dunia, orang banyak mulai menyadari kebenaran yang disampaikannya.
3.
Termasuk sebuah kemenangan adalah ketika seorang mukmin lebih memilih api yang
membakar dirinya daripada hilangnya keimanan yang ada di dalam dadanya. Inilah
yang terlihat dari seorang wanita yang lemah dengan bayinya yang masih dalam
buaian. Wanita itu merasa iba kalau anaknya ikut terbakar, tapi Allah Subhanahu
wa Ta'ala jadikan anak bayi itu mampu berbicara menasihati ibunya agar tetap
kokoh di atas keimanannya.
4. Sifat Rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala, di
saat begitu hebatnya kekejaman orang-orang kafir terhadap orang-orang yang
beriman, di mana mereka dengan tanpa perikemanusiaan membakar hidup-hidup
orang-orang yang menyatakan dirinya beriman, Allah Subhanahu wa Ta'ala masih
memberi kesempatan bagi orang-orang kafir itu untuk bertaubat.
5. Ayat
ini merupakan salah satu dari sekian hiburan (tasliyah) bagi umat Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang Al-Qur`an ini turun di tengah-tengah mereka,
bahwasanya kepahitan dan penderitaan yang mereka alami bukanlah sesuatu yang
baru. Kekejaman dan penindasan terhadap kaum mukminin sudah terjadi di masa-masa
para Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Bahkan
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا
الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ
مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ
وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللهِ أَلاَ إِنَّ نَصْرَ اللهِ
قَرِيبٌ
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum
datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?
Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan
bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman
bersamanya: ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya
pertolongan Allah itu amat dekat.” (Al-Baqarah: 214)
6. Di antara buah
keimanan yang jujur dan kokoh ialah jauh dari sifat tertipu dengan keadaan diri
sendiri. Perhatikanlah ucapan si pemuda remaja itu. Bukan dia yang menyembuhkan
penyakit atau kebutaan, tapi Allah Subhanahu wa Ta'ala-lah yang menyembuhkan dan
mengembalikan kebutaan seseorang. Tidak sepantasnya pula orang yang berilmu
menisbahkan nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang dirasakannya kepada diri
mereka sendiri. Seolah-olah semua yang diperolehnya adalah karena kepintaran dan
kecakapannya.
7. Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabulkan doa orang yang
sedang terjepit/kesulitan jika dia berdoa kepada-Nya. Maka apabila seorang yang
sedang dalam kesulitan/terjepit memohon sesuatu kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala
dengan penuh keyakinan, pasti Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabulkan
permintaannya.
8. Di samping sebagai hiburan bagi kaum mukminin, ayat ini
juga merupakan ancaman dan peringatan bagi orang-orang musyrik dan kafir di
manapun mereka berada. Allah Maha menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap
orang-orang yang beriman. Kalau Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak membalas
perbuatan mereka itu di dunia ini, maka sesungguhnya balasan yang setimpal akan
mereka dapatkan di akhirat, di saat mereka akhirnya merasakan panasnya jahannam
dan siksaan yang membakar, sebagaimana yang dahulu mereka lakukan terhadap kaum
mukminin di dunia. Oleh sebab itu, hendaklah orang-orang yang mengaku dirinya
beriman bersabar dengan kesempitan dan kepahitan yang mereka alami di dunia
ini.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, dalam hadits
Shuhaib radhiyallahu 'anhu:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ
كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ
سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ
خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan urusan orang-orang yang beriman itu.
Sesungguhnya semua urusannya adalah baik, dan itu tidak dirasakan siapapun
kecuali orang yang beriman. Kalau dia ditimpa kesenangan dia bersyukur, maka itu
adalah kebaikan baginya, dan apabila dia ditimpa kesusahan dia bersabar, maka
itu adalah kebaikan baginya.”
Wallahul muwaffiq.
Sumber : Majalah Asy Syariah
Tag :
Al Islam
1 Komentar untuk "Kisah Ashabul Ukhdud (Para Pembuat Parit)"
Casino Slot Machines - DrmCD
Online 춘천 출장샵 casino games, including 제천 출장샵 popular online 아산 출장안마 slot machines, are always made up of free slot machines. Slot Machine Games the 강원도 출장마사지 best free slots, Rating: 제주도 출장안마 3.7 · 5 reviews